kalian pernah baca novel pak
cik Andrea Hirata yang berjudul "mimpi-mimpi Lintang 'Maryamah
Karpov" ? Di salah
satu Mozaik novel tersebut tepatnya Mozaik 48 berjudul 'filosofi biola'. Disana
Pak cik Andrea Hirata menjelaskan bagaimana pandangannya terhadap alat musik
klasik ini.
"Seumur hidup baru
kali ini aku menjamah biola. instrumen ini begitu artistik. gelap,berwibawa.
seperti ada nyawa dalam rongganya. seperti ada sejarah yang tercatat dalam
serat-seratnya. alat ini hanya berhak dipegang orang berjiwa musik berjiwa
tinggi seni. orang itu bukan aku. peganganku adalah kapak, tambang, dan gerigi.
Aku sering terpaku melihat orang
bermain biola. getaran dawainya mampu menimbulkan suara yang membuat hati
menggeletar. tak semua alat musik memiliki kekuatan semacam itu. kini ia berada
ditanganku, berkilat, melengkung, dingin, menjaga jarak, anggun, sekaligus
sangat rapuh. Biola bukanlah benda sembarangan. Ia terhormat seperti tubuh
perempuan.
Aku bahkan tidak
bisa memegangnya dengan benar. Namun, ketika biola itu kusampirkan di pundakku,
aku sergap perasaan nyaman yang tak dapat kujelaskan. Nurmi tertawa melihat
kaku sikapku. Tampak jelas aku dilahirkan memang bukan sebagai seorang pemain biola. Jemariku
terlalu kasar untuk senar-senarnya yang halus. Telapak tanganku terlalu besar
untuk stangnya yang ramping. Daguku tak pandan untuk disandarkan pada kelok
pinggangnya nan elok. Dipundak Nurmi, biiola itu menyatu, bak bagian dari
indranya, seperti kepanjangan anggota tubuhnya. Sementara dipundakku, biola itu
laksana benda asing yang terang-terangan memusuhiku.
Tangan kiriku
menggenggam leher biola, mataku melirik empat baris dawai. Sekali lagi aku
takjub.Dawai-dawai itu menukik seperti jalan cahaya. Jalan menuju keindahan
musik. Aku sama sekali tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku mencoba menggesek
nada terendah senar pertama, los benar. Biola berbunyi, napasku tertahan karena
jerit suaranya langsung menerobos ke dalam jiwaku. Magis.
Nurmi mengatakan dengan
menggesek sesuka hati itu,aku, tanpa sedikitpun kusadari, baru saja kuambil
nada G. Katanya, aku dapat melanjutkan nada berikutnya dalam skala , dan aku
tak peduli. Aku tak ambil pusing akan tangga nada dan aku tak hirau dengan
segala skala. Aku hanya ingin membuktikan hipotetis Lintang bahwa kesulitan
apapun dapat diatasi dengan mengubah cara pandang. Seperti caraku melihat
perahu, bagiku sekarang, biola adalah benda akustik dengan senar-senar yang
tunduk pada aturan fisika akustik.
Cukup sudah
pelajaran bila hari itu. Aku tidak memencet senar apapun. Aku hanya
menggesek-gesek berulang-ulang satu los pertama. Dalam perjalanan pulang ke
hangar perahu, aku terpana akan sulitnya main biola bagi seorang buta nada dan
mental buruh perahu sepertiku. Namu, aku ingin membawakan sebuah lagu, itu
saja. Hari ini, cukuplah aku bisa membuat sebuah biola berbunyi. Itu
saja."
ketika ku baca mozaik ini,
aku benar-benar terpaku ...
kalian tahu lagu apa yang ingin di pelajari oleh pak cik Andrea ?
BalasHapusapa?
Hapusbagus juga tulisannya... :D
lagu rayuan pulau kelapa ,karena A Ling suka menyanyikan lagu itu
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWalaupun masih banyak oraang yg berkata "biola terlalu classic,kuno,dll" tetapk biola tidak pernah rapuh, disaat orang menghina biola disaat itulah biola menunjukan kemewahannya yg berkelas
BalasHapusSaya baru cek kembali blog yang saya buat beberapa tahun silam. Dan tampak masih berantakan hehe. Dan ternyata ada beberapa tanggapan. Hello ka @chupy salam kenal
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSaya baru cek kembali blog yang saya buat beberapa tahun silam. Dan tampak masih berantakan hehe. Dan ternyata ada beberapa tanggapan. Hello ka @chupy salam kenal
BalasHapusIzin copas ? Saya pemain biola juga hehe
BalasHapus